23 August 2007

"WOULD YOU MARRY ME?" (2)

cerita sebelumnya : Diani kecewa Charlie, mantan kekasihnya sewaktu SMA, memutuskan menikah duluan.

Hari minggu yang cerah ini sengaja kupaksa Rully untuk menemaniku berbelanja. Buatku, shopping selalu jadi refreshing paling manjur untuk wanita yang sedang patah hati (Please jangan tanya berapa uang yang sudah kuhabiskan sejak aku putus dengan Charlie). Sengaja aku datang ke tiga Mall sekaligus, di Mall terakhir bahkan Rully memutuskan membeli sandal tipis yang nyaman untuk mengganti highheels-nya.Hehehe… dia benar-benar sahabat yang rela berkorban. Semua bukan tanpa alasan. Sejujurnya aku takut Charlie benar-benar menjalankan rencananya untuk datang ke rumahku. Huuh pasti dia mau pamer calon istrinya ke aku.

Tak tega melihat Rully yang sudah semakin kelelahan, aku pun memutuskan pulang ke rumah selepas Magrib. Dan di rumah aku dihadapkan pada pemandangan paling mengejutkan (versiku) untuk abad ini. AKu melihat Charlie, lengkap dengan Mama Yance dan Om Hans di Ruang Tamuku. Dan yang lebih fantastis lagi kulihat mereka sedang tertawa-tawa dengan Papa Mamaku, serta Risha Kakakku. Sial!! Apa yang sedang mereka tertawakan, kemana pula calon istri si Charlie… kenapa tak kulihat sosok wanita asing diantara orang-orang itu.

Ragu-ragu kulangkahkan kaki. Masuk… Tidak.. Masuk..Tidak… Terlambat. Mama sudah mengeluarkan suara khasnya menyapaku..
“Eh yang ditunggu-tunggu sudah datang…” Mama keluar menghampiriku, kemudian menarik tanganku masuk ke dalam ruang tamu tanpa kompromi. Kulihat Charlie tersenyum melihatku yang sedang berdiri, kikuk tak tau harus bagaimana. Oh My God, kenapa laki-laki ini terlihat makin tampan saja sejak 6 bulan terakhir kali kami bertemu.
“Duduk sini Ni…” Kakakku Risha menggeser duduknya untuk kutempati.
“Ada apaan sih ni Kak?” Tanyaku berbisik di telinga Risha. Bukannya menjawab dia malah senyum-senyum tolol sendiri.
“Pada prinsipnya sih kami setuju saja Pak Hans.. yah terserah anak-anak saja maunya bagaimana, kan mereka-mereka ini yang menjalani” Tiba-tiba Papa yang biasanya pendiam dan tak banyak bicara mengeluarkan kalimat yang terdengar mencurigakan di telingaku. Wah apa-apaan ini… Aku menatap Mama kebingungan. Sementara Mama malah sibuk membuka toples-toples yang berisi kue-kue maha karyanya.
“Maaf Pa Ma.. Om Tante… sebenarnya ini ada acara apa ya?” Akhirnya kulontarkan saja pertanyaan yang membuatku penasaran itu. Dan sepertinya aku salah, karena semua yang ada di ruangan itu menatapku takjub. Bukan semua, karena Charlie justru sibuk menahan senyumnya.
“Diani!!! jangan bilang kamu belum tau kalau Charlie datang kesini untuk melamarmu…?” Mama mengeluarkan kalimat yang membuat darahku berhenti mengalir. Melamar? Charlie? Melamarku?? Maksudnya.. aku, Diani dilamar Charlie.
“Charlie… jangan bilang kamu belum kasih tahu Diani tentang kedatangan kita ini?” Sekarang giliran Tante Yance yang menatap Charlie dengan heran.
“Maaf Om Tante Heru, Kak Risha… Mama.. Papa… sebenarnya Charlie memang belum bilang sama Diani, karena.. Diani pasti mau kok” Sebuah senyuman nakal mengakhiri kalimatnya yang penuh percaya diri itu. Masih antara sadar dan tidak aku berdiri dan segera menarik Charlie ke teras depan rumah kami.
“Maksud kamu apa sih…?” Tanyaku masih emosi
“Lho aku datang ngelamar kamu Ni… bukannya kamu pengen banget jadi istriku?” Tega-teganya dia masih bisa bercanda di saat aku tegang begini.
“Kamu jangan mainin aku ya… kamu kan sudah mau kawin, kenapa masih berani-berani datang ngelamar anak orang”
“Iya… aku memang mau kawin, tapi aku juga maunya cuma kawin sama kamu Princess” Princess adalah panggilan sayang Charlie untukku.
“Maksudmu… yang kemarin ditelfon itu, bulan desember.. mau kawin sama aku…?” Tanyaku masih tak percaya.
“Yah kalau kamunya gak mau, terpaksa aku batalin deh gedungnya”
“Charlie… tega-teganya kamu sudah pesen gedung sebelum tanya pendapatku” Reflek tanganku mencoba memukul bahu Charlie, tapi terlambat karena tangan Charlie yang lebih kekar terlebih dahulu menangkapnya… Dan detik berikutnya, sambil berlutut Charlie menggenggam tanganku dan mengucapkan kata-kata terindah yang pernah aku dengar
“Would You Marry Me Princess… I Really love You”
“Yes, I do..” Jawabku tanpa ragu (kie)

No comments: