01 September 2007

CERPEN ( I )

“Papah… makasih ya laptop nya… ini mama balikin, tapi besok malam mama pinjem lagi ya Pah” Bisik Ratri manja tadi pagi. Sejak memutuskan keluar dari kantornya untuk merawat Rafi putra pertama kami, Ratri mulai gemar menulis CERPEN. Katanya sih meneruskan hobi lamanya sewaktu SMA dulu, “yah sapa tau ada majalah yang mau nerbitkan pah… kan lumayan buat beli mainan baru untuk Rafi” begitu alasannya saat kutanya untuk apa. Aku sih pada dasarnya setuju-setuju saja, kegiatan ini jelas jauh lebih baik daripada ngerumpi atau ngegosipin artis yang gak jelas. Tapi karena kami belum punya desktop (maklumlah keluarga baru yang punya banyak sekali kebutuhan mendesak lainnya) Ratri selalu meminjam laptop yang biasa kupakai untuk bekerja, tentu saja laptop ini properti milik kantor, yang dipinjamkan kepadaku sebagai salah satu karyawannya.

Sebenarnya aku sering merasa kasihan melihat Ratri malam-malam masih mengetik ulang CERPEN nya. Dalam hati aku memuji perjuangan istriku yang selalu terlihat ceria itu. Dia begitu bersemangat dalam menghasilkan karya-karyanya. Bayangkan saja, awalnya tulisan itu ditulis tangan pada lembar-lembar buku tulis, (yah.. tentu saja dengan tulisan cakar ayam ala Ratri). Baru malam harinya setelah Rafi tertidur dia membaca lagi tulisan (yang pasti sangat sulit dibaca itu), untuk diketik ulang dalam format Word. Walaupun dia selalu melarangku membaca hasil karyanya, dengan alasan “Mama malu ah… Papah pasti ngetawain. Nanti kalau sudah dimuat di majalah aja ya bacanya, sekarang masih rahasia” Pagi-pagi saat kantor masih sepi begini aku selalu mencuri-curi untuk membaca CERPEN Ratri.

Cerita-ceritanya ringan dan sederhana. Untuk ukuran pemula, menurutku Ratri cukup berbakat. Aku memang bukan penggemar Novel, tapi pengalaman sebagai pengurus Majalah Kampus dulu, membuatku yakin bahwa Ratri punya potensi untuk menjadi salah satu penulis yang berhasil. Tapi, bukan itu alasan utama kenapa aku ingin terus membaca tulisan-tulisan Ratri setiap hari (terutama mengingat kantorku sengaja berlangganan beberapa harian terkemuka sekaligus majalah ekonomi bisnis, yang maksudnya apalagi selain agar kami para karyawan rajin meng up date berita-berita itu dan menjadi cukup sensitif mengantisipasi terjadinya perubahan pasar… auuww bicaraku sudah seperti Pak Amir, Bosku yang botak itu).

Entah kebetulan atau Ratri memang bisa meramal masa depan… tapi hampir semua yang dia tulis kutemukan juga terjadi di sekitarku. Seperti saat dia menulis cerita tentang seorang wanita muda yang menang undian minyak goreng senilai 100 jt, Ross seketaris Bosku dapat hadiah HP 3G dari undian salah satu majalah wanita ternama. Terus ketika CERPEN Ratri bercerita tentang karyawan yang sedang stres berat karena menghadapi proyek besar, di saat yang sama kami sedang hanga-hangatnya membicarakan Pak Amir yang saking stresnya menghadapi salah satu klien besar, dia tidak sadar sudah memakai sepatu yang kanan dan kirinya berbeda untuk ke kantor. Hehehe… memang bosku satu itu rada edan.

Yah mungkin saja cerita-cerita itu cuma kebetulan saja. Tapi kemarin saat CERPEN Ratri bercerita tentang seseorang yang suka warna biru sampai semua-semuanya harus serba biru, secara ajaib semua karyawan yang kutemui memakai baju warna biru (termasuk Satpam dan OB yang memang seragamnya berwarna biru) Dan tidak hanya itu, cangkir, pulpen, sampai piring makan di kantin pun semua serba biru. Sungguh aneh bin ajaib. Sebenarnya aku ingin sekali menceritakan kebetulan-kebetulan ini kepada Ratri, tapi aku takut nanti ketahuan sudah mencuri baca karyanya yang berharga. Ratri tentu akan marah-marah padaku. Huuh… daripada harus dicemberutin istriku yang manja itu, lebih baik tak usah kubesar-besarkan masalah sepele ini.

Sampai akhirnya, tibalah aku pada pagi itu. Entah kenapa aku begitu penasaran ingin membaca apa yang ditulis Ratri tadi malam, maka saat kulihat dia sibuk menyiapkan sarapan pagi sambil menggendong Rafi, curi-curi kubaca CERPEN yang ditulisnya semalam. Hm judulnya singkat ‘BRAA…AK’ “judul yang aneh..” bisikku dalam hati. Dan seketika jantungku terasa berhenti saat aku mulai membaca isi CERPEN Ratri. Sial.. ceritanya sungguh menyeramkan, tentang seorang anak kecil yang sedang sedih karena Ayahnya meninggal akibat sebuah kecelakaan. Dan entah kebetulan atau ini sebuah pertanda, ciri-ciri anak itu mirip sekali dengan Rafi. Apakah artinya hari ini aku akan mati seperti isi CERPEN itu?

Detik itu juga aku putuskan untuk tidak masuk kantor, pokoknya hari ini aku harus jauh-jauh dari jalan raya. Walaupun ini hanya cerita dalam CERPEN Ratri, tapi aku sudah berkali-kali menyaksikan betapa tulisan-tulisan Ratri seringkali menjadi kenyataan. Ya Tuhan… aku masih ingin umur panjang… masih ingin melihat Rafi tumbuh besar. Untunglah Ratri tidak banyak tanya saat kubilang kepalaku pusing. Pak Amir pun langsung memberikan izin tidak masuk plus pesan agar aku banyak-banyak istirahat, wah tumben Si Bos langsung percaya. Asyiiikkk hari ini aku bisa main sampai puas dengan Rafi… (bersambung)

bagaimana kelanjutan kisah ini, akankah isi cerpen Ratri kali ini menjadi kenyataan... nantikan kelanjutannya (kie)

No comments: