27 September 2007

SULASTRI (2)

cerita sebelumnya : Sulastri gadis aseli tegal merantau ke Jakarta. Walupun awalnya emak melarang karena takut sulastri hamil seperti Marni kakaknya, akhirnya emak merstui perjalanan sulastri karena kebutuhan akan uang. Namun sbeelum berangkat Sulastri berjanji untuk berhati-hati pada lelaki.

Rumahnya kecil dan sederhana, waktu kulihat tamanya yang rapi dan terawat, aku langsung tau aku akan kerasan di rumah itu. Kata Mang Karta, pemiliknya adalah sepasang pengantin baru, tapi tidak seperti yang kubayangkan Sang suami terlihat sangat tua untuk istrinya yang mungkin masih berumur sekitar 20 thn, tubuhnyamungil, rambutnya hitam, wajahnya halus, terlihat makin cantik dengan senyumnya yang ramah. Dia menolak kupanggil Ibu dan memintaku memanggilnya NONIK. Sementara ia memanggilku dengan nama Asti, katanya biar lebih keren.. yah kurasa aku menyukai nama Asti, tidak terdengar terlalu ndeso di telingaku.

Dan untuk pertama kalinya aku merasa bahagia bekerja di Jakarta. Mbak Nonik sungguh majikan yang sangat baik. Di sela-sela pekerjaanku, aku masih punya cukup waktu untuk tidur siang dan melihat sinetron-sinetron di televise. Kadang-kadang bahkan Mbak Nonik mengajakku ikut menemaninya berbelanja di Supermarket dan Mall, bagian dari Kota Jakarta yang baru aku kenali setelah sekian lama hanya melihatnya dari televisi. Aku seringkali merasa kasihan melihat majikanku yang cantik ini, tak jarang kulihat diaduduk melamun, walaupun matanya yang bulat hitam melihat kea rah TV, tapi aku rasa dia sedang sibuk memikirkan laki-laki yang menjadi suaminya. Bapak jarang pulang. “Tugas ke luar kota ti..” begitu kata Mbak Nonik kepadaku. Tapi dari Timah pembantu sebelah rumah, aku tahu ada istri selain Mbak Nonik yang harus Bapak kunjungi. Tapi sudahlah toh itu bukan urusanku.

Malam itu hujan turun deras sekali, kulihat di TV beberapa bagian kota Jakarta terendam banjir. Untunglah daerah di komplek rumah yang kutempati tetap aman dari bahaya itu. Tapi rumah kami terkena dampak pemadaman listrik. Mbak Nonik pun memintaku untuk menemaninya tidur, katanya dia takut kegelapan. Aku langsung setuju menerima tawaran itu, karema aku pun takut mendengar suara petir yang terus menggelegar. Tapi aku bingung harus bagaimana saat dia memintaku untuk tidur di sampingnya
“Sudah Asti gak usah pakai tikar segala, dingin. Tidur sama saya aja di sini”
Hm… kasur itu terlihat sangat menggoda, tapi mana pantas aku tidur disana.
“Sudah gak usah mikir-mikir lagi” Tiba-tiba saja Mbak Nonik sudah menarik tanganku. Rasanya tak kuasa aku menolak keinginan perempuan cantik itu, bahkan di antara gelap malam itu aku masih dapat mengagumi kecantikan perempuan itu di balik baju tidurnya yang mini.
“Dingin ya Ti?” Tiba-tiba aku dikagetkan dengan suaranya, ah aku sudah melamun.
“Enggak.. wah mbak Nonik cantik deh” pujiku tulus
“Ah.. kamu ini bias aja deh bikin aku seneng” Ucapnya bahagia sambil memelukku. Belum pernah aku merasakan kulit sehalus ini.
“Kulit Mbak Nonik juga halus sekali..” bisikku tertahan.
“Masa sih ti… suamiku aja gak pernah bilang begitu lho” Ucapnya sedih
“Aduh maaf ya Mbak kalau saja jadi bikin Mbak sedih”
“Gak ko ti… udah ah, yuk kita tidur”
“Iya Mbak..” Lalu kurebahkan tubuhku di kasur yang empuk itu. Seingatku tadi, kasur ini sangat lebar.. tapi entah kenapa Mbak Nonik tidur begitu rapatnya dengan tubuhku. Ah mungkin dia takut… wah lucu sekali, seperti keponakanku saja. Kubelai rambutnya yang wangi.
“Asti..” dan detik berikutnya, untuk pertama kali dalam hidupku, seseorang mencium bibirku. Rasanya lembut sekali. Aku langsung teringat pada Emak. Ingat pesan-pesannya, untuk hati-hati sama laki-laki yang kurang ajar… ah tapi kan Mbak Nonik perempuan dan mencium perempuan kan bukan hal yang kurang ajar. Lagian toh aku nggak mungkin hamil seperti Mbak Marni hanya karena ini. Jadi aku pun diam saja saat tangan-tangan lentik Mbak Nonik melepaskan kait kutang murahanku. (kie)

No comments: