03 September 2007

Pembantu = ME

Cerita ini adalah bagian dari Serial Marisha Mama Gaul, lucu, seru, menggemaskan... ye... ini sih kata yang nulis, alias saya sendiri

Ihhh… gemas, sebal, BT, jengkel, keki….kesaaaallll. Agrrrrh…aku nggak tau lagi harus bagaimana mendeskripsikan perasaanku hari ini. Gimana nggak kesal kalau belum jam 10 pagi, tapi sudah mengalami penghinaan besar-besaran sebanyak tiga kali. Yah mungkin “penghinaan” bukan kata yang tepat. Tapi tetap saja aku kesal…

Pagi tadi, untuk pertama kalinya sejak kami pindah ke Jakarta, aku mengajak Nara putra pertama kami berkeliling komplek dengan menggunakan stroller. Menurutku suasana lingkungan rumah baru kami cukup menyenangkan. Walaupun udara pagi hari di Jakarta, sangat jauh berbeda dengan sejuknya Kota Batu, Malang namun suasana tempat ini terasa sangat bersahabat, rumputnya tertata rapi, jalannya bersih, belum lagi hamparan bunga warna-warni seperti dalam buku Dongeng putri-putri (yah aku selalu membayangkan para putrid tinggal di negeri yang punya bunga warna-warni). Tapi tidak setelah aku bertemu dengan Ibu Norak Sok Asik itu.

Ibu Norak Sok Asik yang kemudian memperkenalkan dirinya dengan nama LIESYE itu, awalnya menyapa kami dengan senyum sumringah. (Mungkin tepatnya menyapa Nara, karena sejak awal matanya seperti memandang takjub ke arah bayiku yang lucu dan montok). Dan mulailah percakapan pagi hari kami yang pertama.
“Aduhhh…aduh… lucu sekali nih dede nya, siapa sayang namanya…” Sapa Ibu Norak Sok Asik itu sambil mengelus pipi mulus Nara.
“Nara Tante… Nara salim donk” Yah tentu saja ucapan ini datang dari aku sebagai basa-basi, lagian yang bener aja anak belum 7 bulan sudah bisa nyebutin namanya dan salaman.
“Aduh ni anak bener-bener lucu ya…” Mata perempuan itu masih terus takjub menatap polah Nara yang memang menggemaskan.
“Anaknya siapa sih ni Mbak… kok nggak pernah keliatan”
“Oh kita tinggal di rumah nomer tujuh belas Bu, Bapak Abimanyu… mungkin Ibu belum kenal karena kami memang baru pindah satu minggu ini ke Jakarta” Terangku panjang lebar berusaha bersikap ramah.
“Oh rumah cat biru itu ya… Ibunya kerja ya Mbak, ko nggak pernah keliatan sih… nanti bilang Ibu ya… di Komplek ini setiap hari sabtu, di minggu pertama ada arisan ibu-ibu komplek gitu…bla…bla..bla…” dan Ibu Norak Sok Asik itu terus saja berbicara panjang lebar tanpa memperhatikan wajahku yang mulai merah padam menahan kesal. Grhhhh… kurang ajar sekali ibu ini. Aku, Marisha Larasati adalah istri sah Bimas Abimanyu, yang juga Ibu Kandung Naratama Putra Abimanyu. Apa coba maksud pertanyaanya barusan….
“Mbak… Mbak dengerin saya ngomong nggak sih?” Tanya ibu itu dengan pandangan sinis kepadaku. Belum sempat kujawab, perempuan itu sudah kembali bicara dengan semangat 45… “Ya sudahlah… Nanti bilang aja sama ibu Abimanyu, untuk hubungi LISYE kalau mau tau informasi lebih lengkap. Inget ya Mbak, nama saya L-I-S-Y-E… nggak usah pake Bu, saya kan belum Ibu-Ibu!” Lalu wanita itu masuk ke dalam rumahnya, menyalakan mobil yang ada di garasi lalu pergi entah kemana. Meninggalkan aku yang terbengong-bengong keheranan di pinggir jalanan komplek.

Kulihat Nara sibuk menggigit-gigit mainan singa kecilnya sambil tertawa-tawa. Huhh… bayi kecil ini pasti masih belum sadar Ibunya yang ayu baru disangka pembantu. Kulihat lagi diriku pagi ini, sandal jepit dari bali yang sudah kumel, celana training suamiku, baju kaos dengan tulisan Gerak Jalan Sehat Keluarga RW 09 Kelurahan Pulosari, yang tak lain adalah punya Bapak (Kaos yang jadi favoritku karena rasanya dingin dan sangat nyaman dipakai). Wajah jelas masih polos tanpa bedak dan sentuhan make up, karena mana sempat memikirkan dandan dan atributnya kalau sedari bangun sampai tidur lagi aku selalu disibukkan dengan urusan Nara. Tapi kini aku jadi sedikit mengerti kenapa Ibu Norak Sok Asik itu tadi tidak mengenaliku sebagai Nyonya Abimanyu.
Tapi nasib sialku nampaknya tak hanya berhenti disitu, sampai di sekitar Gerbang Komplek perumahan yang kami tempati, seorang Satpam Kurus dengan Kumis Tebal ala Pak Raden menghampiri dengan sepeda motor bututnya.
“Wah Neng mau kemana nih jalan-jalan sama bocah bagus..” Whatz.. Eneng?? Apa orang Jakarta emang suka sok kenal, baru ketemu langsung panggil Eneng-enengan segala…
“Namanya Nara Pak bukan Bagus…”
“Aduh Si Eneng… Bocah Bagus tuh artinya ganteng, kasep.. Ini Bapaknya Bule kali ya, ampe bisa putih begini” Tatap si Satpam Kurus dengan Kumis Tebal tadi terpesona, dalam hati aku suka pujian Bapak ini… hihihi, dia nyangkain aku orang bule, padahal jelas-jelas Indonesia banget.
“Ah enggak kok pak orang Indonesia aja”
“Emang Eneng kerja di rumah nomer berapa, orang baru yak?” Apaaaaaaaa… lagi-lagi aku disangka pembantu. Sial..sial..sialll…. Lalu kutinggal Satpam Kurus dengan Kumis Tebal ala Pak Raden itu, begitu saja, tanpa permisi apalagi salam perpisahan. Sayup-sayup kudengar dia menggerutu “aduh… baru jadi pembantu aja udah judes amat”

Dan rangkaian ‘penghinaan’ ini semakin sempurna saat barusan aku membukakan pintu untuk seorang wanita, yang mengaku sebagai tukang cuci. Jujur aku sangat membutuhkan bantuan seseorang saat ini. Rasanya aku mulai tak sanggup lagi mengurus rumah saat Nara kecil begitu menyita hampir seluruh perhatianku, sayang wanita tukang cuci itu menyebutkan jawaban yang salah saat aku menyapanya dari balik pintu dengan pertanyaan.
“Mau cari siapa Bu?”
“Ibunya ada? Denger-denger katanya rumah ini lagi cari tukang cuci” jawab perempuan itu dengan logat sunda yang kental. Namun Sayang… karena dia menyangka aku bukan ibu pemilik rumah, tanpa pikir panjang aku menjawab pertanyaan itu singkat. “Maaf sepertinya salah rumah”. Lalu kututup pintu cepat… yah tindakan yang mungkin akan kusesali, tapi sudahlah… hatiku sedang tak bisa kuajak kompromi. Dan entah bagaimana aku mulai menangis (bersambung)

4 comments:

Unknown said...

Wah berarti penampilan perlu dong biar gak dibilang kayak pembantu hahahahaha.Lah kalo pembantunya juga dandan bagaimana yah?

Riski Hapsari said...

wah mas avy nih... pembantu juga harus dandan donk, pokoknya hidup dandan... dandan is my middle name... hehehe

Jogjaboy said...

Wah...cerpen yang mengerikan nih mbak riski..

Saya kira nama saya itu nama yang sangat langka di dunia, hanya satu2nya, dan tidak ada orang yang terpikir dengan nama itu.

Ternyata di cerpen ini nama saya disebut dengan KOMPLIT...

Bimas Abimanyu..

*Kaget banget(itu nama saya)

hehehe...ternyata dunia ini kecil ya mbak :D

Btw, kepikiran nama itu dari mana?

Koleksikikie said...

huahaha... sory bim ^_^
aku suka nama itu, dulu salah satu alternatif nama pas hamil "Dimas" nggak nyangka ada yang sudah punya, persis sama lagi ya hehehehe